Rabu, 26 Mei 2010

PEMIMPIN, YANG MUDA YANG BERKUASA, MELAYANI BUKAN DILAYANI



Terpilihnya Anas Urbaningrum (AU) sebagai Ketua Umum Partai Demokrat (Ketum PD), telah menorehkan wajah baru dalam gelanggang kepemimpinan masa depan di tanah air. AU yang berusia 41 tahun mampu merobohkan tradisi-tradisi pemilihan partai politik besar di tanah air, yang selama ini selalu didominsi oleh elit-elit partai yag sudah uzur.

AU mampu meruntuhkan keanggunan para elit uzur di partai-partai poltik, akan keberadaan mereka untuk selalu ingin tampil menjadi ketua partai politik. Sekaligus AU dengan sangat elegan menyemburkan semangat dan harapan bagi generasi muda di tanah air, bahwa kepemimpinan bagi kaum muda (kurang dari 45 tahun) tidaklah tersumbat.

Seorang pemimpin harus memiliki berbagai persyaratan, antara lain; integritas, komitmen dan tanggung jawab terhadap tugas, kompetensi dan kematangan intelektual dan emosional. Kematangan emosiolan ini termasuk di dalamnya adalah kematangan spritual. Sebuah sikap rendah hati, santun, bijaksana, dan selalu berempati terhadap yang dipimpin.


Dalam menghadapi tantangan global, kaum muda,sebagai calon-calon pemimpin di masa depan, harus memiliki persyaratan-persyaratan tersebut. Kaum muda harus mampu menciptakan spirit kepemimpinan yang berkarakter. Harus mampu, tidak hanya menjawab tantangan jaman, tetapi juga menciptakan tantangan jaman.

Panggung politik Indonesia selama reformasi telah menyisahkan berbagai persoalan. Salah satu penyebabnya adalah kurang pedulinya para pemimpin bangsa ini terhadap nasib rakyatnya. Para pemimpin hanya sibuk berfungsi sebagai pekerja,pelaksana dan
memenuhi kewajibannya. Para pemimpin tidak lagi berperan sebagai pelayan, sebuah karakter dasar seorang pemimpin.

Dalam menjawab tantangan bangsa tersebut, calon pemimpin muda harus mampu bersikap dan bertindak sebagai pemimpin. Karatkter melayani, bukan dilayani.

Selasa, 25 Mei 2010

KARYAWAN dan MENINGKATKAN KINERJA PERUSAHAAN


Maju dan berkembangnya sebuah perusahaan, tidak lagi hanya tergantung pada pemilik modal, manajemen maupun infrastruktur perusahaan. Salah satu faktor yang menentukan maju dan berkembangnya perusahan adalah karyawan.

Dalam beberapa kasus (perusahaan), karyawan kadang dianggap sebagai bagian yang tidak terlalu penting. Karyawan bahkan ditempatkan sebagai beban yang dapat menimbulkan biaya yang tidak perlu bagi perusahaan. Akibatnya, perusahaan menjadi sangat sensitif terhadap keberadaan karyawan apalagi berusaha untuk meningkatkan kompetensi karyawan.

Perusahaan kadang enggan meningkatkan kapasitas atau kompetensi karyawan, karena dianggap hanya akan membuang-buang biaya perusahaan yang tidak perlu. Perusahaan tidak lagi menganggap bahwa meningkatkan kompetensi karyawan berarti akan meningkatkan kinerja perusahaan.

Dalam kasus lain, karena karyawan bukan lagi dianggap sebagai asset perusahaan, maka perusahaan tidak lagi terlalu mempertimbangkan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Perusahaan tidak terlalu empati terhadap keluar masuknya karyawan. Ditambah lagi dengan kondisi sosiologis masyarakat pencari kerja di Indonesia yang jumlahnya kian tahun kian bertambah(jumlah pengangguran yang semakin bertambah), menjadi pembenaran bagi perusahaan untuk tidak mau secara matang mempertahankan seorang karyawan, jika karyawan tersebut hendak resign.

Anggapan perusahaan bahwa pencari kerja jumlahnya berlipat jika dibandingkan dengan seorang karyawan hendak resign. Kasus-kasus diatas sebenarnya cerminan sebuah kebijakan yang gagal dari perusahaan. Perusahaan salah dalam menempatkan karyawan.

Dalam konteks Change Manajemen (Manajemen Perubahan), karyawan merupakan salah satu faktor penentu dalam mengukur maju mundurnya sebuah perusahaaan. Keberadaan karyawan bukan lagi sebagai beban atau komponen biaya, tetapi sebagai asset.

Adalah menjadi sebuah kerugian bagi sebuah perusahaan, jika seorang karyawan mengundurkan diri atau resign. Apalagi jika perputaran karyawan atau turn offer karena resign prosentasenya menjadi sangat tinggi. Perusahaan berada dalam kondisi tidak stabil, jika misalnya setiap bulan ada saja karyawan yang resign. Berarti ada yang salah dari manajemen perusahaan dalam mengelola karyawan dan perusahaannya secara keseluruhan.

Dalam melihat kondisi tersebut, perusahaan harus lebih mawas diri dan wise, dalam melihat persoalan tersebut. Perusahaan harus dengan cepat, cekatan dan menyeluruh menata lagi kondisi tersebut. Jalan keluar yang baik harus ditempuh oleh perusahaan, dalam memandang keberadaan karyawan

Perusahaan harus merubah cara pandang dalam melihat karyawan. Karyawan harus ditempatkan sebagai Asset. Untuk itu, merawat keberadaan karyawan, memelihara karyawan, memdidik karyawan dengan meningkatkan kompetensinya, menjadi sebuah terobosan yang harus diambil sedini mungkin.

Senin, 24 Mei 2010

KETIKA CENTURY BREAK EVEN POINT

Hingar bingar panggung poltik tanah air akhir-akhir ini semakin senyap, tidak seperti saat anggota DPR yang terhormat, begitu getol dan garang menyelidiki kasus Bank Century. Dua pejabat negara yang dijadikan bidikan anggota pansus century tersebut, yaitu Boediono (Gubernur Bank Indoensia saat itu) dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan).

Dan hasilnya sesuai harapan anggota DPR yaitu Boediono dan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Sebuah hasil yang memang seakan-akan sudah ada sebelum hasil pansus disimpilkan. Kedua tokoh tersebut dinilai lalai dalam menerapkan kebijakan bail outbnamk century yang merugikan negara.

Kedua tokoh tersebut menjadi bulan-bulanan anggota dewan dan sebagian masyarakat yang memang tidak sealiran dalam konteks pengelolaan perekonomian negara yang menurut mereka cendurung liberal. Pertarungan konsep mazhab ekonomipun menjadi semakin menghiasi media masa di tanah air.

Sebagai ilmuwan, ekonom, dan profesional, kedua tokoh tersebut telah dengan jelas, terang benderang dan dengan penuh resiko disertai keteguhan inteletualnya, membuat kebijakan bail out saat itu sudah dalam batas kepatutatn dan kaidah untuk menyelamatkan perekonomian bangsa dan negara, yang mana perekonomian dunia saat itu sedang dalam krisis.

Namun, anggota dewan, pers, para ekoonom, pengamat tidak serta merta menyetujui argumentasi kedua tokoh tersebut. Disaat yang bersamaan, partai politik pendukung koalisi, terpecah antara mendukung dan tidak mendukung kebijakan kedua ekonom tersebut. Sementara itu, partai demokrat, sebagai partai yang sedang berkuasa, dan presiden SBY sebagai ketua dewan pembina partai demokrat, seakan tidak dapat memebri dukungan penuh kepada kebijakan kedua profesioanl tersebut.

Jadilah Sri Mulyani berjalan dan bertahan sendiri dari gempuran para penentang kebijakan bail out bank century tersebut. Partai oposisi, ekonom yang berseberangan dengan kedua tokoh terebut, pengamat, pers dan juag sebagian masyarakat, secara bersama-sama dan bersatu padu menentang kebijakan tersebut. Dan tuntutan yang semakin menggelinding adalah agar kedua tokoh tersebut harus mundur dari jabatannya, supaya proses peneylidikannya berjalan dengan lancar.

Ditengah hiruk pikuk persoalan tersebut, tiba-tiba Sri Mulyani dianggkat menjadi salah satu Direktur di Bank Dunia. Berbagai macam spekulasi dan wacana langsung berseliweran menghiasi media masa. Ada yang menukung langkah dari Sri Mulyani, adapula yang mencibir.

Namun ada yang menarik dari langkah Sri Mulyani tersebut, bahwa dengan serta merta salah satu petinggi partai golkar menyatakan bahwa kasus century akan dipetieskan. Artinya hak menyatakan pendapat dari anggota dewan tidak lagi menjadi sebuah langkah yang harus diambil untuk menyelidiki kasus bank century ini.

Berbagai kritikanpun muncul, bahwa target golkar ternyata hanya untuk menyingkirkan Sri Mulyani, yang dikenal pernah bermasalah dengan Aburizal Bakrie, sebagai ketua umum golkar saat ini. Kritikan ini menjadi semakin nampak kebenaranya, disaat Sri Mulyani memberikan kuliah umum menjelang pergantiannya, bahwa warna perpolitikan indonesia sekarang telah menjadi sebuah ajang perkawinan antar penguasa dan pengusaha, yang dalam bahsa para pengamat yaitu kartel politik. Dan lagi-lagi Sri Mulyani sebelumnya pernah mengatakan bahwa jangan mengorbankan anak buah. Sebuah curahan hati yang secara kasat mata dapat disimpulkan bahwa Sri Mulyani memang dikorbankan dalam kasus bail out cebtury ini.

Sri Mulyanipun sudah diganti dan akan menjadi salah seorang Direktur di bank dunia, sebuah jabatan yang sungguh prestisius, dan golkar dengan segala argumentasinya tidak lagi akan memperpanjang kasus bank century. Kasus bank century pun sudah berada pada kurva Break Even Point (BEP). Bagaimana nasib kasus - kasus lain selanjutnya akan sangat tergantung kepentingan apa yang akan dimainkan oleh para anggota dewan yang sangat terhormat tersebut serta sebanyak apa keuntungan yang direngkuh oleh penguasa, pengusaha, elit partai politik dan para petualan-petualang politik negri ini. Dan pasti kredonya semua sama, yaitu demi kepentingan bangsa dan negara, untuk kesejahteraan rakyat banyak. Sebuah selogan yang sungguh naif dan memuakan.