Minggu, 18 Desember 2011

KETIKA NEGARA DIKUASAI OLEH PARA BANDIT

Konflik rakyat dengan aparat keamanan, yang berakibat jatuhnya korban di Mesuji, Propinsi Lampung ataupun di Sumatera Selatan, sebenarnya bukanlah yang pertama dalam rentetan kasus-kasus di mana negara membiarkan rakyatnya menderita. Konflik yang melibatkan rakyat dengan aparat keamanan ini, seakan mensahkan negara tidak peduli dengan rakyatnya. Rakyat selalu mempertahankan hak dan miliknya, sementara aparat keamanan biasanya menjadai centeng pengusaha, menjaga properti-properti pengusaha.

Peristiwa Mesuji hanyalah salah satu fakta yang terus menggerogoti rakyat selama ini, bagaimana negara tidak berdaya melindungi rakyatnya dari penderitaan. Negara sangat rapuh jika berhadapan dengan bandit-bandit pecundang yang selalu membuat rakyat menderita.

Konflik Mesuji sebenarnya hampir sama akibatnya dengan kasus Korupsi yang tidak pernah punah selama ini. Kosupsi seperti penyakit kanker yang sangat menakutkan . Selalu menggerogoti kesejahteraan rakyat secara perlahan, namun akibatnya secara terang benderang membuat rakyat semakin miskin. Dan sekali lagi, negara seakan setengah hati membasmi para bandit-bandit koruptor ini.

Dikala sang koruptor adalah temen,kroni,konco penguasa maka koruptor tersebut tidak akan tersentuh hukum. Pemberian kemudahaan fasilitas kepada koruptorpun, membuat bandit-bandit koruptor ini tidak pernah jerah menggerogoti uang negara. Dan lagi-lagi rakyat yang akan menderita.

Mugkin ingatan kita belum lekang benar dengan kasus Kedung Ombo pada era Orde Baru. Rakyat dicaplok tanahnya untuk membuat waduk Kedung Ombo. Rakyat yang menolak dianggap PKI, sebuah partai yang berjaya saat Orde Lama namun sangat menakutkan pada saat Orde Baru. Rakyat yang dicap PKI seperti pasien penyakit kusta yang selalu djauhkan oleh masyarakat sekitarnya. Orde Baru dengan gagahnya mengusung tema pembangunan, namun rakyat justru yang dikorbankan. Sebuah kontradiktif logika para penguasa yang otoriter.

Kasus Lumpur Lapindo juga hampir sama akibatnya, rakyat yang selalu jadi korban. Pada kasus Lumpur Lapindo, sepertinya negara sangat tidak berdaya menghadapi ketamakan pengusaha. Negara dalam hal ini pemerintah begitu rikuh menghadapi pengusaha yang melakukan aktifitas di Lapindo, sampai-sampai bingng bagaimana mengahadapi rakyat. Rakyat seakan tidak memiliki hak hidup di rumahnya sendiri. Rakyat menjadi sebuah komunitas yang hidup tanpa arah,tanpa tujuan dan tanpa pemimpin.

Kasus-kasus di atas menjadi contoh bagaimana negara hilang dan lenyap dikala rakyatnya terjepit dan menderita. Negara seakan hadir dikala negara membutuhkan rakyat, namun lenyap dikala rakyat mengharapkan kehadiran negara. Mungkin situasi negara seperti ini menjadi sebuah realita dikala negara dikuasai oleh para bandit dan pecundang.

Kamis, 05 Mei 2011

KEGALAUAN AKAN KE-INDONESIA-AN


Ketika ke-Indonesia-an itu kembali digoyang. Saban hari peristiwa-peristiwa yang mengusik kebersamaan atau ke-bhineka-an kita sebagai bangsa, hadir tiada henti. Mulai dari peristiwa melarang mendirikan rumah ibadat, melarang mengadakan ibadat, menyebarkan kebencian dengan dalil agama, aksi teror yang bermotifkan agama dan yang teraktual yakni kasus NII (Negara Islam Indonesia). Hampir semuanya bermuara pada satu sumbu, yaitu AGAMA.

Pertanyaannya, apakah AGAMA adalah sumber kedamaian atau justru pemicu konflik bagi umat manusia? Apakah para pemi pin agama ada? ataukah yang ada hanyalah pengkotbah agama? Apakah pemimpin agama telah benar menebarkan ajarannya bagi keselamatan umat manusia? ENTALAH.

Mendengar kata-kata Negara Islam Indonesia, bulu kuduk saya langsung merinding. Khayalan nakal saya mulai mengawang-awang, apa jadinya Indonesai kedepan, jika apa yang sekarang diinginkan oleh sekelompok orang akan menjadi kenyataan? Seperti apakah Indonesia lima tahun lagi?

Pertanyaan - pertanyaan tersebut beruntun mampir dalam alam sadar saya, dengan melihat realita yang ada akhir-kahir ini. Dalam kasus NII misalnya, pemerintah sepertinya melihat NII bukan merupakan masalah serius bagi bangsa ini. Jika dibandingkan gerakan-gerakan Organisasi Papua Merdeka (OPM) misalnya ataupun gerakan-gerakan separatis yang lainnya?, pemerintah begitu agresif membasminya. Sangat jelas disini, pemerintah menjadi tidak adil dalam menghadapi setiap aktifitas sesama anak bangsa.

Menilik keberadaan NII, bahayanya jauh lebih besar bagi keutuhan bangsa ini jika dibandingkan dengan gerakan separatis yang jelas dan nyata, seperti OPM. NII dengan metode yang sangat rapi, tanpa kekerasan, menyusup hampir disetiap elemen bangsa, ternyata bukan merupakan sebuah gerakan yang serius bagi Pemerintah.Pertanyaannya adalah; apakah pemimpin sekarang masih ada? ataukah yang ada hanyalah penguasa?

Merajut ke-Indonesia-an dalam keberagaman nampaknya masih merupakan kerja besar dan melalui jalan yang berkelok-kelok. Salah rajutan akan membuat bangsa ini hancur berantakan. Eratkan harapan, walaupun sang pemimpin masih jauh dibelakang sana. Indonesai tidak membutuhkan penguasa tetapi pemimpin. Mari, jadilah pemipimn bagi diri sendiri menuju Indonesia satu melalui PANCASILA.