Senin, 26 Agustus 2013

Pencitraan Makan Tuan


Masih belum hilang dari ingatan kita,  bagaimana Angelina Sondakh, kader partai demokrat, tampil  dengan penuh elegan, menampilkan sebuah materi iklan dengan kata-kata " katakan tidak pada korupsi". Siapa nyangka sang bintang iklan justru meringkuk di balik jeruji penjara karena mengkhianati iklan yang pernah dilakoninya. "Katakan ya pada korupsi", begitu kira-kira kalau dibuatkan lagi iklannya pada saat ini.

Siapa pula yang menduga, mantan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Rudi Rubiandini dicokok oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) di rumahnya, pada Selasa malam, 13 Agustus 2013, karena diduga korupsi. Rudi dijemput KPK pada Selasa malam sekitar pukul 22:00 dalam sebuah operasi tangkap tangan.

Rudi, seorang intelektual terkenal, bergelar profesor, sebelumnya berprofesi sebagai dosen di salah satu PTN terkenal, bahkan pernah dinobatkan sebagai dosen teladan, dengan gaya hidup yang sederhana dan sangat antikorupsi, akhirnya terjerembab dalam godaaan  korupsi. Dengan melihat rekam jejaknya selama ini, para kolega maupun orang yang mengenal Rudi tidak menyangka, sang profesor akhirnya tidak tahan godaan untuk melakukan korupsi. 

Baik Ange maupun Rudi, sebelum dicokok KPK, telah dengan susah payah membangun sebuah pencitraan, sebagai sosok yang bersih dan anti korupasi. Publikpun mengerti dan paham akan citra tersebut. Namun setelah dicokok KPK, publikpun semakin mengerti dan paham, bahwa citra itu sebenarnya hanyalah omong kosong belaka. Ternyata mereka sama busuknya dengan para koruptor atau bandit - bandit lain yang telah merampok uang negara selama ini.

Sejatinya, pencitraan itu  adalah membuat suatu hal agar  terlihat menjadi baik ataupun lebih baik dimata orang lain atau publik. Menampilkan sisi  positif dari diri kita atau badan atau organisasi kepada publik. Namun sering pencitraan itu  hanya sebuah bayangan bahkan bayang-bayang, gambaran atau potret yang bukan sesungguhnya. Dia hanya menampilkan sisi baik atau positipnya saja kepada puda publik, supaya publik berkesan. Dan para politisi sering  membangun citra seperti itu. Sibuk membangun pencitraan yang positip.

Pencitraan yang dilakukan dengan sangat masif dan cendrung menjadi gaya hidup, akan mampu membentuk integritas sang pencitra. Ketika integritas pribadi terbentuk oleh pencitraan yang telah dilakukan selama mungkin, maka publik menjadi maklum, bahwa sang pencitra memang seperti yang dicitrakan.

Namun ketika sang pencitra mengkhianati pencitraan yang dibangun bertahun - tahun, maka publik menjadi terkejut, tidak percaya atau justru kadang ada yang membelanya secara membabi buta. Menarik bahwa, sebagain orang melihat, kalau memang brengsek ya tetap berengsek, bandit ya tetep bandit, perampok uang rakyat ya tetep perampok uang rakyat, tidak peduli dengan pencitraan yang telah susah paya dibangun sebelumnya. Ya akhirnya, pencitraan itu makan tuannya sendiri.

Rabu, 07 Agustus 2013

Maaf Dalam Sepiring Ketupat

Entah kapan awalnya,serta siapa yang memulai dan di mana, ketupat dijadikan menu makanan khas pada saat lebaran. Setiap lebaran tiba, ketupat pasti tersajikan. Entah usianya sudah berapa puluh tahun, makanan ketupat selalu ada saat lebaran tiba, dengan lauk yang beraneka rasa.

Idul fitri tiba, maafpun terlapangkan. Kemenanganpun diraih dengan penuh khusuk. Pada saat kemenangan diraih dan maaf ditebarkan, ketupat akan selalu ada. Ketupat akhirnya menjadi sebuah tradisi.

Ketupat dan lebaranpun tidak bisa dipisahkan. Disaat lebaran tiba ketupat pasti ada. Ketupat tidak lagi sekedar menu khas lebaran,tetapi menjadi sebuah simbol. Ketupat menjadi media untuk mempererat tali silaturahmi, lambang persaudaraan, wujud kemenangan dan simbol maaf. Dalam sepiring ketupat terselip lauk Maaf. Selamat merayakan idul fitri, semoga membawa berkah yang melimpah. Amin