Senin, 24 Mei 2010

KETIKA CENTURY BREAK EVEN POINT

Hingar bingar panggung poltik tanah air akhir-akhir ini semakin senyap, tidak seperti saat anggota DPR yang terhormat, begitu getol dan garang menyelidiki kasus Bank Century. Dua pejabat negara yang dijadikan bidikan anggota pansus century tersebut, yaitu Boediono (Gubernur Bank Indoensia saat itu) dan Sri Mulyani (Menteri Keuangan).

Dan hasilnya sesuai harapan anggota DPR yaitu Boediono dan Sri Mulyani harus bertanggung jawab. Sebuah hasil yang memang seakan-akan sudah ada sebelum hasil pansus disimpilkan. Kedua tokoh tersebut dinilai lalai dalam menerapkan kebijakan bail outbnamk century yang merugikan negara.

Kedua tokoh tersebut menjadi bulan-bulanan anggota dewan dan sebagian masyarakat yang memang tidak sealiran dalam konteks pengelolaan perekonomian negara yang menurut mereka cendurung liberal. Pertarungan konsep mazhab ekonomipun menjadi semakin menghiasi media masa di tanah air.

Sebagai ilmuwan, ekonom, dan profesional, kedua tokoh tersebut telah dengan jelas, terang benderang dan dengan penuh resiko disertai keteguhan inteletualnya, membuat kebijakan bail out saat itu sudah dalam batas kepatutatn dan kaidah untuk menyelamatkan perekonomian bangsa dan negara, yang mana perekonomian dunia saat itu sedang dalam krisis.

Namun, anggota dewan, pers, para ekoonom, pengamat tidak serta merta menyetujui argumentasi kedua tokoh tersebut. Disaat yang bersamaan, partai politik pendukung koalisi, terpecah antara mendukung dan tidak mendukung kebijakan kedua ekonom tersebut. Sementara itu, partai demokrat, sebagai partai yang sedang berkuasa, dan presiden SBY sebagai ketua dewan pembina partai demokrat, seakan tidak dapat memebri dukungan penuh kepada kebijakan kedua profesioanl tersebut.

Jadilah Sri Mulyani berjalan dan bertahan sendiri dari gempuran para penentang kebijakan bail out bank century tersebut. Partai oposisi, ekonom yang berseberangan dengan kedua tokoh terebut, pengamat, pers dan juag sebagian masyarakat, secara bersama-sama dan bersatu padu menentang kebijakan tersebut. Dan tuntutan yang semakin menggelinding adalah agar kedua tokoh tersebut harus mundur dari jabatannya, supaya proses peneylidikannya berjalan dengan lancar.

Ditengah hiruk pikuk persoalan tersebut, tiba-tiba Sri Mulyani dianggkat menjadi salah satu Direktur di Bank Dunia. Berbagai macam spekulasi dan wacana langsung berseliweran menghiasi media masa. Ada yang menukung langkah dari Sri Mulyani, adapula yang mencibir.

Namun ada yang menarik dari langkah Sri Mulyani tersebut, bahwa dengan serta merta salah satu petinggi partai golkar menyatakan bahwa kasus century akan dipetieskan. Artinya hak menyatakan pendapat dari anggota dewan tidak lagi menjadi sebuah langkah yang harus diambil untuk menyelidiki kasus bank century ini.

Berbagai kritikanpun muncul, bahwa target golkar ternyata hanya untuk menyingkirkan Sri Mulyani, yang dikenal pernah bermasalah dengan Aburizal Bakrie, sebagai ketua umum golkar saat ini. Kritikan ini menjadi semakin nampak kebenaranya, disaat Sri Mulyani memberikan kuliah umum menjelang pergantiannya, bahwa warna perpolitikan indonesia sekarang telah menjadi sebuah ajang perkawinan antar penguasa dan pengusaha, yang dalam bahsa para pengamat yaitu kartel politik. Dan lagi-lagi Sri Mulyani sebelumnya pernah mengatakan bahwa jangan mengorbankan anak buah. Sebuah curahan hati yang secara kasat mata dapat disimpulkan bahwa Sri Mulyani memang dikorbankan dalam kasus bail out cebtury ini.

Sri Mulyanipun sudah diganti dan akan menjadi salah seorang Direktur di bank dunia, sebuah jabatan yang sungguh prestisius, dan golkar dengan segala argumentasinya tidak lagi akan memperpanjang kasus bank century. Kasus bank century pun sudah berada pada kurva Break Even Point (BEP). Bagaimana nasib kasus - kasus lain selanjutnya akan sangat tergantung kepentingan apa yang akan dimainkan oleh para anggota dewan yang sangat terhormat tersebut serta sebanyak apa keuntungan yang direngkuh oleh penguasa, pengusaha, elit partai politik dan para petualan-petualang politik negri ini. Dan pasti kredonya semua sama, yaitu demi kepentingan bangsa dan negara, untuk kesejahteraan rakyat banyak. Sebuah selogan yang sungguh naif dan memuakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar